Jumat, 10 Juni 2011

TINJAUAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERKAIT PHK Menolak Prosedur PHK PT. S&D Food Indonesia • drg. Tony : “Surat Instruksi” Patrick Mencederai Makna UU RI, No.13/2003. “Surat Peringatan”nya Bukti Tindakan Keegoisan, Kediktatoran dan Kesemena-menaan Patrick

>> Tim
Jakarta, SBN---Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD ’45 dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil maupun spiritual.
UU RI, No.13/2003 Tentang Ketenagakerjaan dibuat untuk dipatuhi dan dilaksanakan dengan segala konsekwensinya, undang-undang ini memuat aturan-aturan yang diantaranya adalah pembinaan hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan antar para pelaku proses produksi.
Terkait adanya praktek upaya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh Patrick Kar Yan Lam yang statusnya menurut sumber yang layak dipercaya adalah sebagai Komisaris PT. S&D Food Indonesia terkesan merupakan tindakan yang seharusnya tidak patut dilakukan olehnya, apa dasar hukum Patrick sehingga terhadap sembilan buruhnya yang selama bertugas lebih kurang sembilan tahun dan telah berbuat optimal serta loyal terhadap perusahaan harus diberikan hadiah “Surat Instruksi” pada tanggal 11 Desember 2010 dengan No. Ref. :103/SD/DIR/XII/10 yang isinya bahwa mereka (9 orang buruh-red) tidak diijinkan dan tidak dibenarkan untuk memasuki seluruh area perusahaan.
Isi “Surat Instruksi” tersebut merupakan pelanggaran hak azasi, nilai kehormatan dan merendahkan derajat martabat manusia, hak-hak ini adalah sebagai hak konstitusional yang dilindungi oleh konstitusi, yakni UUD ’45, pasal 28G, ayat (1); (2). Dapat dibayangkan bagaimana “tergoresnya” hati nurani dua orang manejer dan 7 staf manejer ketika mereka dicegat dan dilarang masuk oleh pihak Security perusahaan tersebut saat hendak masuk kerja, tanpa mereka ketahui apa kesalahan yang telah dilakukan. Mereka telah dihukum oleh Patrick untuk sesuatu yang mereka tidak ketahui apa penyebabnya, alasan dan dasar hukumnya. Dapat dianggap bahwa isi surat dimaksud terkesan sangat emosional, bersifat provokatif dan agitasi sesama buruh di lingkungan perusahaan tersebut, dan konyolnya hal ini dilakukan Patrick yang kapasitasnya sebagai Komisaris.
Ada kesan provokatif dan mengandung unsur agitasi sesama buruh bahwa ke-sembilan nama dalam surat tersebut dianggap Patrick seolah-olah sangat membahayakan keselamatan perusahaan dan jiwa para buruh lainnya yang melakukan aktivitas kesehariannya di perusahaan. Apa sich yang telah dilakukan 9 orang korban PHK tersebut, dan apa pula maunya Patrick? Demikian drg. Tony, selaku Ketua Umum DPP-HIPSI yang selalu menyoroti masalah ketenagakerjaan baik lokal maupun migrant mengomentari kasus PHK gaya PT. S&D Food Indonesia yang saat ini masih dilakukan upaya mediasi oleh pihak Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jakarta.
Patrick Sepelekan UURI, No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan
Lebih lanjut drg. Tony mengomentari bahwa apa yang telah dilakukan Patrick sangat bertentangan dengan substansi UU Ketenagakerjaan, kalaulah dengan dibuatnya “Surat Instruksi” dimaksud merupakan proses PHK gaya Patrick, “orang-orang pintar” sebagai “pembisik” di belakang Patrick tersebut seharusnya merujuk ke pasal 151, UURI, No.13/2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang intinya adalah bahwa pengusaha, buruh, serikat buruh dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK. Jika melalui upaya tersebut telah dilakukan namun PHK tak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat buruh atau dengan buruh. Jika upaya ini pun benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan buruh setelah memperoleh penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Pasal 152 menyebutkan bahwa permohonan PHK diajukan secara tertulis ke Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya, dan harus diingat bahwa permohonan PHK tersebut dapat diterima oleh lembaga penyelesaian dimaksud jika pengusaha telah melakukan upaya perundingan.
Pasal 155 masih di undang-undang yang sama secara tegas mengatakan, jika PHK dilakukan tanpa adanya penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Pengadilan Hubungan Industrial-PHI-red) maka PHK yang dilakukan oleh pengusaha tersebut batal demi hukum.
Demikian juga dalam hal memberikan Surat Peringatan, Pasal 161, UURI No.13/2003 dimaksud, menjelaskan bahwa jika buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, pengusaha dapat melakukan PHK setelah buruh yang bersangkutan diberikan Surat Peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut dan surat dimaksud masing-masing berlaku untuk paling lama enam bulan, kecuali ditetapkan lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
Empat Surat Peringatan Dikeluarkan Dalam Satu Hari
Coba bandingkan Pasal 161, UURI, No. 13/2003 dimaksud dengan apa yang dilakukan oleh Patrick sang Komisaris PT. S&D Food Indonesia! Dalam satu hari, yakni tanggal 21 Desember 2010 beliau mengeluarkan 3 lembar surat berupa Surat Peringatan pertama, kedua, ketiga dan bahkan dengan sangat bernafsu Patrick sampai harus mengeluarkan Surat Peringatan yang keempat ditambah Surat Pemberitahuan & Surat Panggilan kepada beberapa orang dari sembilan orang korban PHK dalam selembar surat pada keesokan harinya (22/12-2010), yang isinya untuk membicarakan permasalahan yang terjadi.
Atas saran pengacara, beberapa orang yang dipanggil tersebut tidak datang, karena permasalahan ini sudah ditangani oleh pengacara, dan berharap agar perusahaan memanggil mereka secara keseluruhan (9 orang-red). Kesalahan fatal apa yang dilakukan oleh ke-sembilan orang tersebut sehingga sangat dipermasalahkan Patrick juga tidak jelas. Mari kita nilai sendiri bagaimana sistem manejemen yang berlaku di perusahaan ini.
Tony menambahkan, dari data dan fakta yang terkumpul untuk dianalisa, patut diduga ada upaya yang sistematis dan terencana dilakukan Patrick untuk mem-PHK sembilan orang tersebut, upaya ini dimulai dengan membuat iklan lowongan kerja di perusahaan tersebut sekitar pertengahan Februari 2010 untuk semua posisi jabatan, kemudian sebagai perusahaan yang berstatus Modal Asing, Patrick tak patut mencampakkan begitu saja seorang Direktur tanpa dilakukan terlebih dahulu “Annual General Meeting” ataupun “Extra Ordinary General Meeting”, hal ini terjadi sebelum keluarnya “Surat Intruksi” kepada sembilan orang tersebut. Setelah keluarnya “Surat Instruksi”, Patrick juga melakukan upaya mencampakkan para Security yang sudah lama bekerja di perusahaan tersebut dengan cara menerima Security dari sebuah Yayasan, namun upaya ini telah ditentang keras oleh Security senior, yang pada akhirnya pihak perusahaan sepakat untuk mempekerjakan Security baru hanya dalam masa kerja satu bulan berikutnya.
Kesemua perbuatan ini adalah sebagai bukti bahwa Patrick telah melakukan tindakan semena-mena dalam mengimplementasikan UU Ketenagakerjaan, terlihat adanya sifat egois dan diktator dalam kapasitasnya sebagai pemilik perusahaan. Secara psykhis, seseorang yang mempunyai sifat seperti ini dan berani melakukan hal-hal diluar ketentuan undang-undang yang berlaku di satu negara akan memandang segala sesuatunya hanya dapat diukur dengan materi. Tipe manusia seperti ini mempunyai keyakinan bahwa uang akan dapat menyelesaikan segalanya, berapapun nilainya pasti akan dibayar untuk mencapai tujuan pribadinya.
Ketika kesembilan orang yang di PHK ini melakukan pekerjaannya dengan baik (karena perusahaan baru selesai melakukan “auditing” yang hasilnya baik-red), didakwa melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan, maka jelas tuntutan itu merupakan kesalahan penerapan hukum, bahkan patut diduga sebagai indikasi penyalahgunaan wewenang.
Pemerintah melalui Disnakertrans Jakarta harus serius menangani kasus PHK model Patrick ini, dan secepatnya membuat rekomendasi ataupun keputusan terhadap status kesembilan orang korban PHK ini serta menginstruksikan agar PT. S&D Food Indonesia segera memberikan hak-hak mereka sesuai dengan amanat UURI, No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan. Ketegasan Pemerintah sangat diharapkan sesegera mungkin diwujudkan, jika tidak ingin dikatakan ada oknum Pemerintah yang “bermain mata” dengan Patrick, demikian drg. Tony mengakhiri tanggapannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar