Jakarta, SBN---Diawali pembacaan Kutipan Pidato Bung Karno (Pancasila) 1 Juni 1945 : “Maka prinsip kita haroes : Apakah kita maoe Indonesia Merdeka, jang kaoem kapitalnja meradjalela, ataoekah semoea rakjat sedjahtera, semoea orang tjoekoep makan, tjoekoep pakaian, hidoep dalam kesedjahteraan, merasa dipangkoe oleh Iboe Pertiwi jang tjoekoep memberi sandang pangan kepadanja?”
Lebih kurang 250 orang anggota dan pengurus DPC-Serikat Buruh Migran Indonesia (DPC-SBMI) Kabupaten Cianjur, Prov. Jawa Barat berkumpul dan berorasi di depan kantor Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) dan DPRD Kabupaten Cianjur, Senin jelang siang (2/5) lalu dalam rangka aksi demo mereka sehubungan dengan memperingati Hari Buruh Sedunia. DPC-SBMI Cianjur mengatakan, mereka sengaja berkumpul dan berorasi sehari setelah jatuhnya Mayday yang tepat dihari Minggu kemarin (1/5) agar lebih efektif dan dapat langsung didengar oleh para petinggi Kabupaten Cianjur, khususnya Kepala Dinsosnakertrans dan DPRD Kab. Cianjur.
Sebagai daerah pengirim Buruh Migran (TKI-red) nomor dua terbesar di Provinsi Jawa Barat, SBMI Cianjur menilai bahwa Pemerintah Kab. Cianjur telah gagal dalam melaksanakan substansi UURI No.39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Dalam orasinya SBMI menilai bahwa dari aspek perlindungan, Pemkab Cianjur tidak memiliki konsep yang jelas bagaimana menangani banyaknya permasalahan Buruh Migran (TKI) seperti ; pemalsuan dokumen, trafiking, penyekapan, penyiksaan ringan dan berat sampai kematian, pemerkosaan, gaji tidak dibayar, hilang kontak, PHK sepihak, deportasi, pemerasan mulai dari bandara Soekarno-Hatta sampai ke cek point dan lain-lain yang diadukan ke bagian Perlindungan TKI Dinsosnakertrans Cianjur dan tidak mendapat respon positif seakan raib ditelan masa. Pemkab Cianjur dituding telah memihak perusahaan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) dan TKI sebagai Buruh Migran dianggap sebagai “komoditas” penghasil uang. Praktek pungutan liar (pungli) untuk Rekomendasi Daerah, Identitas Diri Calon TKI yang tak jelas dasar hukumnya merajalela sehingga Pemkab Cianjur tidak berani menindak PPTKIS yang nakal.
Pemkab Cianjur dengan PPTKIS saling bergandeng tangan dalam menciptakan kemelut yang dihadapi oleh para calon TKI mulai dari perekrutan, penampungan, pelatihan, penempatan sampai kembalinya para TKI ke daerah asal. Pemkab kurang bertanggungjawab terhadap calon TKI yang diloloskan saat Rekomendasi Daerah, PPTKIS tidak bertanggungjawab saat penempatan dan kepulangan TKInya. Disinyalir akibat praktek pungli yang dilakukan, banyak pelanggaran yang dilakukan oleh PPTKIS, namun Pemkab Cianjur bagaikan “Macan Ompong”. Pemerintah pusat diminta agar lebih proaktif mengawasi Pemkab Cianjur dalam melaksanakan isi dari UURI No.39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, jangan sebaliknya ikut bermain dan menjadi Pemain dalam perekrutan dan penempatan.
Pemerintah RI tidak bisa menghargai para “Pahlawan Devisa Negara” ini. Ketika Negara mengabaikan kewajibannya (state obligation) dalam hal pemajuan (to promote), pemantauan (to monitor) dan perlindungan (to protect), kita tidak dapat berpangku tangan begitu saja saat mengetahui situasi sosial TKI sebagai Buruh Migran saat ini. Kita harus bangkit melawan segala bentuk penindasan dan kezaliman akibat kebijakan pemerintah yang tidak memihak atau peduli kepada TKI.
Selain menuntut Tedi Artiawan mundur dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kabupaten Cianjur, SBMI membacakan 10 tuntutannya yaitu; 1.Mengamandemen UURI No.39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri; 2.Pertegas Instruksi Presiden No.5/2006; 3.Segera amandemen Perda No.15/2002; 4.Pertegas wewenang antar instansi pemerintah terkait Buruh Migran; 5.Mengusut segala bentuk korupsi yang merugikan Buruh Migran; 6.Mengaudit dana perlindungan Buruh Migran; 7.Memperbaiki sistem perlindungan dan pengiriman Buruh Migran; 8.Melibatkan Serikat Buruh Migran dalam proses Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP); 9.Segera sosialisasikan UU, PP, Inpres dan Permenakertrans tentang Penempatan dan Perlindungan TKI; 10.Reformasi birokrasi yang tidak pro rakyat (yang tidak mampu menjalankan konsekwensi dan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku).
Usai berorasi di Kantor Dinsosnakertrans, dengan mengendarai sepeda motor dan mobil, iringan para demonstran dari DPC-SBMI Cianjur dengan tertib menuju Gedung DPRD Cianjur dan mengusung replika “mayat” yang rencananya mengadakan aksi teatrikal “pocong” di gedung dewan rakyat, iringan tersebut terpaksa menunggu antrian panjang saat berada di seputaran kantor Pemda Cianjur dimana sudah ada para demonstran dari aliansi lainnya yang sedang “menghangat” mengadakan aksi, namun sangat disayangkan situasi ini sempat dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang menyusup di iringan DPC-SBMI Cianjur dan dengan tidak bertanggungjawab menyulut keadaan menjadi lebih “panas”.
Akhirnya pihak kepolisian dari Polres Cianjur mengambil tindakan yang arogan ke iring-iringan SBMI dengan mengikat orang yang memperagakan pocong yang dilakoni oleh anggota SBMI dan merusak replika “mayat” yang terbuat dari bambu. Tak hanya sampai disitu, pihak kepolisian menyerbu masuk ke dalam mobil dan memukuli peserta demo di dalamnya dengan menggunakan bambu bekas replika. Akibat tindakan tersebut, delapan orang para demonstran SBMI menderita memar di tubuhnya, termasuk seorang anak kecil berumur 5 tahun yang kebetulan dibawa orangtuanya saat mengendarai mobil membawa para demonstran, ibu anak tersebut saat ini sedang berada di luar negeri sebagai TKI. Sementara menurut Asep, Tim Advokasi DPC-SBMI Cianjur empat dari delapan korban arogansi aparat kepolisian Polres Cianjur sudah diambil visumnya.
Kejadian tersebut oleh pihak DPC-SBMI Cianjur sudah dilaporkan dan para korban sudah diperlihatkan kepada Susi, seorang anggota DPRD Cianjur dari Fraksi PDIP, Komisi IV.
Selain itu, para pendemo juga menggelar aksinya di depan gedung dewan rakyat Cianjur tersebut. Mereka meminta kepada para anggota dewan yang berkompeten agar jangan menutup komunikasi, harus membuka diri dan proaktif untuk menyelesaikan permasalahan Buruh Migran yang terjadi di Kabupaten Cianjur selama ini. Menyikapi hal tersebut, Susi akan mempelajari kasus pemukulan terhadap para pendemo, juga aspirasi yang disampaikan oleh pihak DPC-SBMI Cianjur, demikian informasi yang berhasil dihimpun Tim Liputan SBN di Cianjur.
Sebelum hari “H” Mayday, Jumat siang (29/4) lalu SBN berkesempatan jumpa pers dengan Tim Advokasi DPC-SBMI Cianjur, Asep Rudiana dan Erwin Herdiansyah, S.H. di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Dalam kesempatan tersebut SBN meminta tanggapan mengenai 7 TKI bermasalah yang dikirim oleh PT. Tenriawaru Indah Abadi (Elit) ke Kinabalu, Negara Bagian Sarawak, Malaysia pada Januari 2011 yang telah diberitakan di SBN edisi 99 dan 100. Ketujuh nama tersebut adalah; Sopyan, Sulaeman, Abdul Rahman, M. Suganda, Kamaludin, Yana dan Ondy. Mereka meminta dipulangkan ke daerah asal karena tidak sesuai dengan janji yang diberikan oleh pihak perusahaan seperti; besar gaji, jenis pekerjaan, jam kerja dan fasilitas kerja serta perumahan yang mereka dapatkan tidak sesuai saat direkrut di kampungnya. Melalui perjuangan keluarga yang cukup melelahkan diketahui bahwa mereka direkrut tanpa ada rekomendasi dari Dinsosnakertrans Cianjur, harus menyetor biaya ke petugas lapangan PT TIA (Elit) sebesar Rp.6juta, tanpa surat ijin keluarga. Saat ini Ondy masih tidak diperbolehkan pulang dari Kinabalu, Malaysia, sementara keenam rekannya sudah berada di daerah asal, Kp. Bunut, Kec. Karangtengah, Kab. Cianjur pada hari Jumat (22/4) lalu.
Menanggapi hal itu Asep mengatakan, Pemerintah RI harus segera memulangkan Ondy yang masih tinggal di Kinabalu, karena Ondy sudah tak tahan menjalani pekerjaan disana, dan PT. TIA harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum karena perusahaan merekrut TKI tanpa ada rekomendasi dari pihak Pemkab Cianjur, meminta uang diluar resmi, memberi janji palsu saat perekrutan, tidak dilengkapi dokumen ijin keluarga.
“Usut Tuntas PT. Tenriawaru Indah Abadi (Elit) & Oknum Pemerintah yang Meloloskan Penempatan 7 TKI Bermasalah.
Menanggapi hal ini Ketua Departemen Antar Lembaga DPP Ikatan Pemuda Indonesia John W. Sijabat kepada SBN mengatakan bahwa, Pemerintah harus mengusut tuntas PT. Tenriawaru Indah Abadi (Elite) & Oknum Pemerintah yang meloloskan penempatan 7 TKI bermasalah tersebut, sebab hal ini merupakan kejahatan kemanusian yang sistematis dan terencana. Saya katakan sistematis dan terencana karena melibatkan oknum pejabat terkait dalam sistem pemberkasan, sejak dari perekrutan hingga pemberangkatan di terminal embarkasi Soekarno-Hatta, PT. TIA (Elite) telah mengetahui secara pasti keberadaan TKI yang akan diberangkatkannya ke Kinabalu, Malaysia.
Dalam keterangan tertulis di paspor para TKI yang dibuat oleh Dirjen Imigrasi sesuai Rekomendasi dari BNP2TKI, ke 7 TKI yang akan diberangkatkan ke Malaysia bekerja di sektor “Formal” sebagai Operator di kilang minyak dengan nama majikan Alpha Sierra di Kinabalu, sedangkan dokumen yang telah disiapkan leh PT. Tenriawaru Indah Abadi (Elit) ketika tiba di Malaysia adalah bekerja disektor “Informal” yaitu pertanian dengan majikannya bernama Wong Chen Nam di Sabah.
Dirut PT. Tenriawaru Indah Abadi (Elit), Dhiena Yulianti harus ditangkap dan diadili, karena telah melakukan pelanggaran tindak pidana sebagaimana tertuang dalam UU RI No. 39 Tahun 2004 juga telah memenuhi unsur-unsur dalam pasal 2,4,11,13 dan 15 UU RI No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdangangan Orang.
Demikian juga pejabat-pejabat BNP2TKI harus diusut keterlibatannya, teristimewa Sadono selaku Direktur Perlindungan ASPAC, sebab dalam wawancara yang pernah dilakukan wartawan SBN, Sadono pernah berkata, bahwa dirinya mengetahui seluruh kegiatan pengiriman TKI secara ilegal hingga pelabuhan-pelabuhan tikus yang mereka gunakan. Dengan mengetahui dan membiarkan terjadinya pengiriman TKI secara ilegal tersebut, Sadono selaku Direktur Perlindugan BNP2TKI telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana yang terkandung dalam UU RI No. 21 Tahun 2007 tersebut, sebab Dept. Antar Lembaga DPP-IPI mencatat bahwa pada saat pengiriman ke 7 TKI tersebut, Malaysia tertutup (Moratorium) bagi TKI Informal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar