>> Liputan Khusus Tim SBN
Medan, SBN---Terkait pemberitaan mengenai seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) Debora Ribka LT (38) yang menjadi korban permainan “Mafia Hukum” dan kini Ia harus rela mendekam di LP Wanita Tanjung Gusta Medan menjalani hukuman 1 tahun 8 bulan, atas laporan pengaduan anggota DPRD Binjai Surya Wahyu Danil SH, walaupun sebenarnya Debora tidak bersalah, dan sebenarnya yang mengadakan perjanjian hutang piutang dengan jaminan 2 buah sertifikat tanah adalah Herliana als Eli dengan Yunizar als Yuyun, sementara Debora dan Yosi hanya sebatas perantara teman yang memperkenalkan ke dua belah pihak sampai terjadinya kesepakatan.
Ironisnya saat Debora menanyakan kepada Jaksa Masni, mengapa ibu Masni menuntut saya tinggi sekali sementara saya tidak pernah menerima uang tersebut, saat itu ibu Masni mengatakan apa yang mau kubantu sementara kamu tidak ada lobi aku dan kamu jangan banding biar aku aja yang banding, dan kamu harus mengakui titipan uang sebesar Rp 360 juta, karena kamu sudah salah apapun ceritanya kalau kamu mau mengakui dan meneken baru saya bisa bantu, asal jangan banding, dengan janji akan memperingan hukuman Debora.
Saat Wartawan SBN meliput jalannya sidang perdata gugatan Debora di PN Medan, Senin (11/4), melalui kuasa hukumnya Okto Simanjuntak, SH, MH dengan tegas mengatakan, bahwa Cek Bank BCA No. 099829 tanggal 03 Juni 2010 senilai Rp 250 juta yang ditanda tangani Debora, waktu menandangani cek tersebut Debora di bawah tekanan/ancaman dan kepada siapa Cek tersebut ditujukan belum ditulisnya, tetapi kemudian dalam bukti cek tersebut ada nama Surya Wahyu Danil sebagai penerima, sementara jika diteliti dengan benar tulisan di dalam cek tersebut sangat berbeda, jadi ada kuat dugaan cek tersebut telah dimanipulasi atau direkayasa untuk menjebak Debora.
Kuasa Hukum Debora juga mengungkapkan bahwa, Yunizar als Yuyun telah membuat tanda terima Sertifikat Hak Milik (SHM) rumah atas nama drg Rosliana No. 295 dan Hj Manilan Nasution No.238, yang menjadi masalah adalah tidak adanya pihak yang menyerahkan, bahkan tanda tangan yang menyerahkan sertifikat tersebut juga tidak ada, dan tanpa ada saksi-saksi dalam surat serah terima sertifikat tersebut, yang ada hanya tanda tangan penerima yaitu Yunizar als Yuyun, begitu juga serah terima sertipikat hak milik rumah atas nama drg Rosliana No.295 dan Hj Manilan Nasution No 238 yang di buat oleh Surya Wahyu Danil yang ada hanya tanda tangan Surya Wahyu Danil tanpa ada pihak yang menyerahkan dan tanpa ada tanda tangan yang menyerahkan sirtipikat dan tanpa ada saksi-saksi dalam serah terima sertifikat tersebut. Yang menjadi tanda tanya adalah mengapa ada dua tanda terima sertifikat Eli dan Debora yang dibuat oleh Yuyun dan Surya Wahyu Danil.
KORBAN “BANK GELAP”
Dari informasi dan data yang berhasil dikumpulkan tim SBN mendapati, bahwa sebenarnya Debora adalah sebagai korban penipuan “Gaya Baru” yang dilakukan oleh Yuyun Cs, bahkan sampai melibatkan oknum anggota DPRD Binjai Surya Wahyu Danil SH, yang membuat laporan pengaduan ke Polresta Medan yang menuntut agar Debora dipenjarakan.
Dari penulusuran tim SBN Debora telah menjadi korban praktek mafia bank gelap yang saat ini marak ditengah-tengah masyarakat, khususnya di Pajak Petisah Medan, hal tersebut diperoleh SBN dari berbagai informasi, salah satunya “bank gelap” tersebut dijalankan oleh Yuyun Cs yang beroperasi di Pajak Petisah Medan dengan modus operandi berpura-pura menawarkan pinjaman uang, kemudian tiba-tiba datang orang (Herliana als Eli.red) yang hendak meminjam uang melalui Debora, setelah terjadi beberapa kali pinjaman, maka setelah Eli melarikan diri entah kemana dengan meninggalkan surat jaminan surat sertifikat rumah atas nama drg Rosliana Nomor 925, sertifikat rumah atas nama Hj Manilan Nasution nomor 238 dan sertifikat rumah dan saat berada di LP Wanita Debora mengatakan kepada tim SBN bahwa Ia menduga ada permainan antara Yuyun, Eli dan Surya Wahyu Danil untuk menipu/memeras dirinya, sementara dua surat sertifikat yang menjadi jaminan Eli untuk meminjam uang tersebut masih berada di tangan Yuyun.
Ironisnya Yuyun Cs malah meminta Debora melunasi segala pinjaman Eli, padahal saat pinjaman terjadi Yuyun dan Eli selalu membuat perjanjian hutang piutang dan tertuang dalam bukti kwitansi. Namun setelah Yuyun mampu menggeroti uang dan berlian milik Debora ditambah 2 lembar cek bank, tiba-tiba muncul seseorang yang tidak dikenal menagih uang kepadanya dan suaminya yang mengaku bernama Surya Wahyu Danil yang belakangan diketahui sebagai anggota DPRD Binjai. Puncak penderitaan Debora dan suaminya adalah pada sekitar bulan Mei 2010 dimana Surya Wahyu Danil dengan cara melakukan teror, pengancaman, dan pemaksaan berhasil memaksa Debora menandatangani surat perjanjian pemakaian uang titipan dan juga suaminya yang menandatangi surat perjanjian jaminan pada 2 Juni 2010, dan selanjutnya pada bulan Juli Debora sudah dilaporkan/diadukan di Polresta Medan.
REKAYASA KASUS
Diduga Surya Wahyu Danil anggota DPRD Binjai bersama penyidik Polresta Medan dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah merekayasa kasus perdata menjadi pidana, seperti yang diketahui perkara pidana di Pengadilan banyak melibatkan para pengacara, panitera, jaksa, bahkan hakim untuk menetralisir perkaranya dihentikan atau dilanjutkan, maka yang menjadi negosiasi yakni berapa “uang” yang harus disetor kepada pihak-pihak terkait mulai dari penyidik (kepolisian.red) sampai kepada jaksa di tingkat penuntutan.
Apabila perkara tersebut sampai di tingkat pengadilan atau putusan, maka tidak tertutup kemungkinan juga berapa “uang’ yang harus disetor kepada majelis hakim, dan kuat dugaan hal tersebutlah yang dilakukan oleh Surya Wahyu Danil, sehingga perkaranya bisa menang di pengadilan, karena aparat penegak hukum belakangan ini tidak segan-segan mengunakan kewenangannya untuk melakukan praktek-praktek “Mafia Hukum”.
KEJANGGALAN
Jika melihat dan mengacu pada hukum yang sebenarnya, pada hakekatnya pemeriksaan perkara di persidangan adalah didasarkan pada Surat Dakwaan dan Surat Dakwaan di dasarkan kepada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di tingkat pemeriksaan pendahuluan (penyidik.red) dan Berita Acara di tingkat penyidikan di dasarkan fakta-fakta hukum yang timbul, yang di peroleh selama penyidikan, baik oleh penyidik maupun yang di peroleh dari keterangan Pelapor, saksi-saksi dan tersangka maupun saksi ade charge dengan tujuan untuk mencari kebenaran materil dari delik pidana yang di dakwakan terhadap tersangka.
Tetapi untuk perkara yang dialami Debora, sejak awal di lakukannya penyidikkan oleh penyidik terhadap perkara ini, telah terdapat kejanggalan-kejanggalan dan penuh dengan unsur rekayasa yang sedemikian rupa untuk kepentingan si pelapor, dan penyidik Arogansi, memaksakan kehendaknya agar terdakwa terbukti melakukan pidana yang di tuduhkan oleh si pelapor, dan penyidikan di lakukan secara sangat memihak pada si pelapor dan mengarah kepada penyidik yang bersifat subyektif dengan tujuan untuk menjerumuskan terdakwa Debora Ribka LT ke dalam sel tahanan sebagaimana, sesuai dengan keinginan si pelapor (saksi korban.red), sehingga penyidikan telah mengabaikan hak-hak terdakwa Debora Ribka LT sebagai di amanahkan oleh KUHAP yang sangat menjunjung tinggi prinsip-prinsip penghargaan terhadap hak azasi manusia
Kejanggalan-kejanggalan dalam penyidikan perkara ini dapat di lihat, di mana penyidikan tidak dilakukan secara professional dan proporsional oleh penyidik, karena terdakwa Debora tidak mengenal pelapor SuryaWahyu Danil sebelumnya, dan terdakwa Debora tidak pernah mengadakan hubungan hukum apapun dengan pelapor/saksi korban, apalagi mengadakan/melakukan bisnis Berlian dan tidak pernah menerima uang satu senpun dari pelapor sebagaimana yang di dakwakan terhahap diri terdakwa .
Debora baru mengenal pelapor yang bernama Surya Wahyu Danil sewaktu saksi yang bernama Yusnizar als Yuyun dengan berbagai macam bujuk rayunya memanggil Debora untuk datang ke Rumah Makan Gumarang di jalan Brigjend.Katamso Medan, dan pada saat pertemuan itulah Debora mengenal pelapor karena di perkenalkan oleh saksi Yuyun, dan pada saat itu pula terdakwa di paksa dan diancam oleh pelapor dan Notaris Mahyani Muhammad SH MH dan kawanannya untuk menandatangani Surat Pernyataan Pemakaian uang Titipan tertanggal 1 Mei 2010, namun karena terdakwa seorang wanita yang lemah dan tak berdaya, maka terdakwa di bawah ancaman dan paksaan terpaksa menandatangani Surat Pernyataan dimaksud.
Sementara surat pernyataan dan pengakuan Uang Titipan bertanggal 1 Mei 2010 dan Surat Pernyataan Jaminan {Borg} No.028/L/MM/06/2010 bertanggal 2 Juni 2010, dan Cek dengan No. CL 099829 telah di tetapkan sebagai barang bukti dalam berkas perkara oleh penyidik Polresta Medan, padahal penandatanganan surat-surat tersebut di lakukan dalam keadaan paksa di bawah tekanan dan ancaman.
KEADILAN
Dalam hal ini Debora yang menjadi korban “Mafia Hukum” meminta keadilan yang seadil-adilnya kepada Kajatisu agar dapat mengambil sikap, dan menyikapi perkaranya dengan benar sesuai menurut UUD Hukum Negara ini, serta dapat menindak tegas Jaksa yang diduga terlibat merekayasa perkaranya.
Sementara itu juga kepada Kapoldasu yang baru agar segera melakukan tindakan tegas terhadap penyidik unit Tipiter (Juper.red) di Polresta Medan yang diduga juga terlibat dalam merekayasa kasus yang menimpa Debora, dan jika terbukti agar segera dicopot dari jabatannya, sesuai dengan laporan pengaduan Debora ke pihak Poldasu.
Redaksi SBN akan terus menelusuri dan menguak kasus Debora yang telah menjadi korban “Mafia Hukum”, demi terwujudnya keadilan di negara ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar