3.Penerbitan Ijazah Akademi Kebidanan Langkat Menyalahi Aturan
3.1.1. Tinjauan Hukum Administrasi
Menjadi hal yang aneh dan mengherankan bahwa Akademi Kebidanan Langkat selama menjalankan fungsinya sebagai lembaga Pendidikan Tinggi sampai dengan sekarang mengeluarkan ijazah yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan, hal ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatuir tentang pendidikan di Indonesia.
Dalam UURI, Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dengan jelas di Ketentuan Umum mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Menteri adalah menteri yang bertanggungjawab dalam bidang pendidikan nasional.
Pengertiannya adalah bahwa yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia adalah Menteri di Kementerian Pendidikan Nasional RI, bukan Menteri di Kementerian Kesehatan RI.
Mengacu dari pemikiran di atas menjadi suatu hal yang aneh jika Akademi Kebidanan Langkat menerbitkan ijazah para alumninya berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan Nomor HK.00.06.2.4.1.3198 Tentang Pedoman Penatausahaan Ijazah Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan, sementara ijin pendirian Akademi Kebidanan Langkat diterbitkan oleh Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, dengan SK Menteri Pendidikan Nasional RI, Nomor : 248/D/O/2002 Tentang Pemberian Ijin Penyelenggaraan Program Studi dan Pendirian Akademi Kebidanan Langkat di Langkat Diselenggarakan oleh Yayasan Akademi Kebidanan Pemerintah Kabupaten Langkat di Langkat.
Sementara Departemen Pendidikan Nasional RI menyerahkan sepenuhnya penerbitan ijazah kepada Perguruan Tinggi sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI, Nomor : 184/U/2001 Tentang Pedoman Pengawasan Pengendalian dan Pembinaan Program Diploma, Sarjana dan Pasca Sarjana di Perguruan Tinggi.
Demikian juga Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI, Nomor : 08/DIKTI/KEP/2002 Tentang Petunjuk Teknis Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor : 184/U/2001 Tentang Pedoman Pengawasan Pengendalian dan Pembinaan Program Diploma, Sarjana dan Pasca Sarjana di Perguruan Tinggi yang berisikan antara lain : “Menerbitkan ijazah bagi lulusan program studi oleh perguruan tinggi, dengan demikian keharusan ijazah lulusan perguruan tinggi swasta (PTS) yang semula memerlukan penanda-syahkan ijazah oleh Kopertis ditiadakan”
Dalam lembar Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi telah disebut nama satuan pendidikan dimaksud adalah Akademi Kebidanan Langkat, yang Direktur nya bernama Dahlia Rosa, A.Md, yang diselenggarakan oleh Yayasan Akademi Kebidanan Pemkab Langkat, dengan Ketua Yayasan bernama Dahlia Rosa, SST.
Demikian juga di lembar Panduan dan Informasi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) nama satuan pendidikannya adalah Akademi Kebidanan Langkat, jabatan Direktur bernama Dahlia Rosa, S.S.T., penyelenggaranya adalah Yayasan Akademi Kebidanan Pemkab Langkat, jabatan Ketua Yayasan bernama drg. Lilik Rosdewati, M.Kes.
Tragisnya, penulisan nama satuan pendidikan di dalam ijazah tidak sesuai dengan nama yang tertera di dalam ijin pendirian, dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI, Nomor : 248/D/0/2002 Tentang Pemberian Ijin Penyelenggaraan Program Studi dan Pendirian Akademi Kebidanan Langkat di Langkat Diselenggarakan Oleh Yayasan Akademi Kebidanan Pemerintah Kabupaten Langkat di Langkat; Panduan dan Informasi PTS; dan Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED).
Secara administrasi formal, jelas bahwa di Kabupaten Langkat ada sebuah yayasan yang bernama Yayasan Akademi Kebidanan Pemerintah Kabupaten Langkat yang telah diberikan ijin oleh Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia untuk menyelenggarakan Program Studi Kebidanan untuk jenjang Program Diploma-III (D-III) dengan nama AKADEMI KEBIDANAN LANGKAT, bukan Akademi Kebidanan Pemerintah Kabupaten Langkat.
Dari hasil analisa data yang ada, dapat disimpulkan bahwa Yayasan Akademi Kebidanan Pemerintah Kabupaten Langkat telah dengan sengaja membuat kebohongan dalam menuliskan nama satuan pendidikannya baik di Plank Nama maupun Ijazah alumninya dengan maksud dan tujuan tertentu.
3.1.2. Tinjauan Hukum Pidana
Perlu disadari bahwa penerbitan ijazah dimaksud sangat mempengaruhi keabsahan ijazah tersebut, dan bahkan kalau mau jujur ijazah dimaksud tidak mempunyai civil effect, karena menimbulkan keraguan terhadap legalitasnya.
Agaknya pihak penyelenggara Akademi Kebidanan Langkat tidak peduli terhadap pentingnya arti ijazah bagi para alumninya. Ijazah adalah merupakan surat (akta) authentik yang dapat menerbitkan sesuatu hak bagi seseorang karena surat (akta) authentik tersebut juga menunjukkan status sosial, dan kompetensi diri seseorang.
Perlu menjadi catatan buat pihak yang berkompeten di Perguruan Tinggi Swasta di bumi Langkat, “negeri bertuah” tersebut, bunyi Pasal 167 ayat (1) yo Pasal 169 ayat (1) Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pasal 167 ayat (1) menegaskan, “Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi maupun vokasi tanpa hak, dipidana kurungan 10 tahun penjara atau denda Rp 1 milyar”. Sedangkan penjelasan Pasal 169 ayat (1), “Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi maupun vokasi yang terbukti palsu, dipidana 5 tahun penjara atau denda Rp 500 juta”.
Selain hal tersebut di atas terkesan bahwa pihak penyelenggara Program D-III, Akademi Kebidanan Langkat telah sengaja menuliskan nama satuan pendidikannya di dalam ijazah para alumnusnya tidak sesuai dengan nama satuan pendidikan yang diputuskan oleh Mendiknas RI, dan disinyalir sudah mengarah kepada pembohongan publik tanpa memikirkan akibat hukum yang dapat dialami oleh seluruh alumninya, yakni tidak diakui keabsahan ijazahnya yang berakibat dapat mendatangkan kerugian yang bukan hanya materiil, termasuk didalamnya moril berupa kehormatan, tekanan psikis bagi penggunanya yang nota bene adalah alumni Akademi Kebidanan Langkat.
Secara sadar atau tidak, dari data, informasi dan fakta sementara yang dihimpun oleh Tim Investigasi SBN, dan jika merujuk kepada KUHPidana patut diduga bahwa pihak penyelenggara Program D-III, Akademi Kebidanan Langkat sudah termasuk ke dalam unsur perbuatan melawan hukum, yakni membuat surat palsu. Menurut KUHPidana, pengertian membuat surat palsu adalah membuat surat yang isinya bukan semestinya (tidak benar) atau membuat surat sedemikian rupa sehingga menunjukkan asal surat itu yang tidak benar.
Perlu diketahui bahwa esensinya membuat surat palsu agar dapat dihukum adalah jika surat dimaksud digunakan, atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu dan ketika surat itu digunakan, penggunanya dapat mengalami kerugian bukan hanya materiil, termasuk didalamnya kerugian kehormatan, kemasyarakatan dan kesusilaan.
Agaknya para pihak yang berkompeten dalam hal keberadaan dan penyelenggaraan Program Studi Kebidanan untuk jenjang Program Diploma III (D-III), Akademi Kebidanan Langkat perlu mengkaji ulang dan merenung tentang apa yang telah dilakukan selama ini.
Agar lebih mendapatkan suatu kepastian hukum, mari kita mencoba untuk membuat suatu forum diskusi ilmiah secara ikhlas dan lebih terbuka dengan para akademisi, kritisi, pemerhati, dan kelompok yang peduli sambil membuka buku KUHPidana dan membaca isi Bab II, Membuat Surat Palsu, pasal 263, 264 dan 266 yang bertujuan untuk tidak menimbulkan fitnah, dan lebih menimbulkan rasa kenyamanan dalam proses belajar mengajar, sehingga apa yang menjadi Visi : “Terciptanya tenaga bidan yang profesional, beretika dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa” dapat terwujud. (bersambung edisi berikutnya sebagai tulisan akhir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar