>> TIM
Labusel, SBN---“Kepuasan Anda Adalah Tujuan Utama Layanan Kami” termasuk Motto yang terkandung dalam selebaran Informasi Pelayanan yang dipajang di resepsionis Rumah Sakit Umum (RSU) Nur’aini dan juga termasuk dalam profil RSU Nur’aini kebutuhan akan pelayanan medis yang profesional adalah tuntutan masyarakat dewasa ini, sehingga mutu pelayanan dan fasilitas kesehatan mutlak di perlukan. RSU Nur’aini salah satu rumah sakit swasta yang berlokasi di jalan Lintas Sumatra Blok Songo, Kecamatan Kotapinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan untuk mengantisipasi hal tersebut telah disiapkan Sumber Daya Manusia Profesional untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memuaskan dengan dilandasi 5 nilai CK2TP yakni Cinta Kasih, Kejujuran, Kebersamaan, Tulus Ikhlas dan Profesional.
Namun kenyataan di lapangan dengan apa yang tertuang dalam Informasi Pelayanan hanya bualan belaka (Omong Kosong), Faktanya sekitar sebulan lalu telah terjadi tindakan Operasi yang mengakibatkan pasien Meninggal dunia, ironisnya ketika Dokter Specialis usai melakukan Operasi kondisi pasien malah semakin memburuk dan selanjutnya pasien di rujuk ke RSU Rantau Prapat dengan alasan RSU Nur’aini tidak memiliki ruangan ICU dan setibanya di RSU Rantau Prapat pasien tidak dapat tertolong akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.
Hal yang sama hampir terjadi terhadap pasien Nur (21), pasien melahirkan yang usai di operasi dirujuk ke RSU Rantau Prapat dengan kondisi kritis (Kejang-kejang) dan kini sedang di rawat di ruangan ICU. Dan yang lebih menyayat hati pihak keluarga pasien, sedikitpun pihak management RSU Nur’aini tidak peduli dengan permohonan keluarga pasien untuk keringanan biaya yang di tanggung di RSU tersebut.
Kejadian yang menimpa keluarga Suhendri (22) suami pasien berawal ketika bidan yang menangani persalinan menyarankan agar Nur di bawa ke RSU Nur’aini, padahal jika di hitung dari jarak tempuh antara RSU Nur’aini dengan RSU Rantau Prapat malah lebih dekat ke RSU Rantau Prapat sehingga menimbulkan dugaan adanya kerjasama terselubung antara Bidan dengan pihak RSU Nur’aini, Namun karena ini anjuran bidan selaku warga awam menurut saja dan akhirnya di putuskan untuk di bawa ke RSU Nur’aini.
Setibanya di RSU Nur’aini Minggu, (4/4) sekira pukul 23.00 wib pihak Rumah Sakit melakukan diagnose dan berdasarkan hasil diagnosa pasien sudah di ketahui pada kondisi PEB (Pra Eklamsi Berat) yang artinya masih bisa di lakukan Operasi sekelas RSU daerah, namun setelah di operasi kondisi Pasien berubah menjadi Eklamsi (Keracunan dalam Kehamilan), selanjutnya Dokter menyarankan agar di rujuk ke RSU Rantau Prapat untuk tindakan lebih lanjut.
Dr.Jily SpOG ketika di temui wartawan di ruang kerjanya menjelaskan “Selaku Dokter saya sudah melakukan apa yang harus saya lakukan, karena kondisi pasien sudah saya jelaskan terlebih dahulu kepada pihak keluarga dan tidak lupa saya juga menyarankan agar di bawa ke RSU Rantau Prapat namun pihak keluarga tetap mendesak agar di tangani di sini, akhirnya saya coba berkonsultasi dengan tim saya termasuk bagian bius (anastesy) dan kami putuskan untuk melakukan tindakan operasi.” Ujarnya.
Sementara ketika di konfirmasi pihak keluarga Agus Mulyadi (25) Rabu (6/7) saudara kandung pasien menerangkan bahwa awalanya mereka menerima informasi dari pihak RSU Nur’aini bahwa adiknya akan di operasi selanjutnya mereka coba berkonsultasi dengan pihak RSU tentang pembiayaannya, salah seorang pegawai RSU mengatakan bahwa paket Operasi selama 4 hari akan menelan biaya sebesar Rp 6.500.000,- (Enam Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) pihak keluaga menyetujui demi keselamatan keluarganya, namun hal yang tidak di inginkan terjadi setelah selesai di operasi pasien dinyatakan mengalami Eklamsi dan membutuhkan perawatan yang lebih intensif sementara di RSU Nur’aini tidak memiliki ruangan ICU dengan sangat terpaksa pasien di bawa ke RSU Rantau Prapat dengan kondisi kritis sementara anak yang di kandung berhasil diselamatkan.
Setelah pasien di rawat di RSU Rantau Prapat pihak keluarga kembali datang ke RSU Nur’aini untuk mengambil anak pasien, namun alangkah terkejutnya pihak keluarga ketika mendengar biaya yang sudah di taksasikan oleh pihak RSU Nur’aini menjadi 7 juta 90 ribuan, dan spontan pihak keluarga mempertanyakan pembengkakan biaya tersebut dan menyarankan agar di hitung ulang setelah dihitung kembali biaya malah bertambah menjadi Rp 8.080.000,- kembali pihak keluarga menjadi semakin bingung dan akhirnya mencoba memohon untuk keringanan biaya dengan dasar bahwa pasien telah di rujuk ke RSU lain dan jelas akan menelan biaya yang lebih besar lagi, pihak management hanya mengurangi beberapa poin dan poin yang di kurangi hanya sebagian anggaran yang tidak di pakai seperti biaya UGD sebesar Rp 65.000,- yang sebelumnya di cantumkan di coret, karena pasien tidak masuk ke ruangan UGD (langsung ke ruangan operasi). Dengan berat hati pihak keluarga tidak bisa berbuat banyak kecuali dengan membayar sesuai yang di tentukan.
Pihak management RSU nuraini saat di konfirmasi menerangkan bahwa pihaknya tidak pernah mengatakan bahwa operasi yang mereka lakukan terhadap pasien masuk kedalam paket karena sebelum dilakukan operasi hasil diagnosa pasien sudah dinyatakan dalam kondisi PEB yang artinya pasien tidak dalam kondisi normal. sementara pasien yang bisa di berlakukan paket adalah bagi pasien dengan kondisi normal, “kalaupun ada yang mengatakan bahwa pasien mendapat paket itu di luar tanggung jawab kami, dan jika mau lebih jelas bawa saja orang itu ke sini. Dan untuk pengurangan biaya kami tidak bisa memutuskan, silahkan saja kepada pemilik RSU Nur’aini”. Katanya.
Menanggapai permasalahan tersebut Wakil Sekretaris KOMNAS-WI Labuhanbatu Selatan Jamaluddin Hasibuan mengatakan tragedi yang di alami beberapa pasien telah menerima pelayanan buruk dari pihak RSU Nur’aini dan pihak management tidak mencerminkan apa yang tertulis di motto RSU Nur’aini tersebut yang menyatakan “Kepuasan Anda Adalah Tujuan Utama Layanan Kami” apalagi profesional yang di maksudkan dalam profil RSU sangat bertolak belakang dengan keyataan yang ada. “bagaimana mungkin seorang Dr Spesialis professional melakukan tindakan operasi tanpa memperhitungkan kemungkinan terburuk dari tindakan tersebut dan jika memang fasilitas RSU tersebut tidak memadai mengapa harus mengambil resiko untuk melakukan tindakan fatal.” katanya dengan nada bertanya. Jika di tinjau dari Aspek cara kerja management terkesan hanya mengambil keuntungan semata tanpa menghiraukan dampak buruk terhadap pasien. Untuk itu diminta kepada Instansi terkait agar dapat memeriksa kelayakan RSU tersebut baik dari segi pelayanan maupun dari segi legalitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar